Defenisi Ekonomi Politik Global
Menurut Steurt, Ekonomi Politik mengacu pada studi antar disiplin ilmu yang mempelajari ekonomi, politik dan hukum yang menjelaskan bagaimana institusi politik, lingkungan politik dan sistem ekonomi ( baik kapitalis, komunis atau campuran keduanya), saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pada tahun 1776, Adam Smith mendefinisikan ekonomi politik sebagai cabang dari ilmu pengetahuan dari seorang negarawan atau legislator dan pedoman dari pengelolaan ekonomi nasional. Pada abad ke-21, istilah ‘ekonomi politik’ didefinisikan dengan tiga pengertian yang berbeda. Untuk ahli ekonomi dan akademisi, ekonomi politik merujuk pada aplikasi dari pelbagai jenis tingkah laku manusia. Beberapa kalangan akademisi menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan upaya yang dilakukan berdasarkan teori ekonomi untuk menjelaskan tindakan sosial. Sementara itu, ahli politik menganggap bahwa ilmu politik tidak dapat dipisahkan dari ilmu lain, termasuk ekonomi. Oleh karena itu, kelompok ahli politik mendefinisikan ekonomi politik sebagai hubungan atau interaksi antara ekonomi dan politik.
Secara keseluruhan, Ekonomi Politik Internasional adalah studi tentang interaksi antara ekonomi atau pasar dengan politik atau negara di arena internasional.
Pendekatan-pendekatan dalam Ekonomi Politik Global
Menurut Gilpin (1987), studi Ekonomi Politik Internasional dapat dikaji melalui tiga macam pendekatan, yaitu :
1) Liberalisme
2) Marxisme
3) Nasionalisme
1) Liberalisme
Liberalisme ekonomi merupakan gagasan Adam Smith dalam bukunya yang berjudul "The Wealth of Nations", di mana Smith menentang pendapat merkantilisme dan berpendapat bahwa kekayaan suatu negara tidak dapat diukur dari jumlah emas yang dimiliki namun diukur dari kemampuan negara tersebut memenuhi kebutuhan barang dan jasa penduduknya. Jika liberalisme politik menekankan pada kebebasan dan kesetaraan antar individu, maka liberalisme ekonomi menekankan pada pasar bebas dan minimnya intervensi pemerintah dalam perdagangan sehingga aktor sentralnya adalah individu. Hal ini dikarenakan menurut pendekatan liberalisme, ekonomi dan politik internasional tidak benar-benar dapat disatukan karena tujuan utama dari dilaksanakannya kegiatan komersil adalah untuk meningkatkan keuntungan individu, sehingga pemerintah hanya bertugas sebagai pembuat kebijakan dan instrumen-instrumen politis lainnya, serta pengawas. Smith mengemukakan bahwa pasar mampu mengendalikan, memulihkan, dan menyeimbangkan dirinya sendiri sesuai situasi dan kondisi yang ada atau biasa disebut dengan invisible hands sehingga peran pemerintah tidak terlalu signifikan. Jackson dan Sorensen (1999), mengemukakan bahwa perluasan kapitalisme global yang melampaui batas-batas negara berdaulat dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dan sistem ekonomi liberal bersifat positive-sum game sehingga seluruh aktor akan memperoleh keuntungan di tiap kerjasama.
2) Marxisme
Marxisme merupakan asumsi Karl Marx bahwa ekonomi berada di atas politik sehingga perekonomian kapitalis merupakan persaingan eksploitatif antara kelas borjuis, yaitu kelas pemilik modal, dan proletar, yaitu kelas buruh (Jackson dan Sorensen, 1999). Karl Marx percaya bahwa lambat laun jumlah pemilik modal akan bertambah sehingga tingkat kompetitisi yang tinggi ini dapat menyebabkan krisis ekonomi di kemudian hari. Krisis ekonomi tidak hanya berhasil untuk memperlebar jarak antara borjuis dengan proletar, namun juga menjadi sarana untuk "menyaring" pemilik modal sehingga hanya akan tersisa aktor-aktor kuat (Gilpin, 2001). Selain itu, demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, pemilik modal atau kapital harus memanfaatkan secara maksimal buruh yang telah dibayar sehingga hal ini menjadi salah satu cikal bakal terjadinya eksploitasi besar-besaran. Marxisme sepakat dengan merkantilisme dalam menganggap bahwa perekonomian bersifat zero-sum game dikarenakan tidak ada hasil pasti dari ekonomi itu sendiri. Fokus marxisme pada mekanisme produksi barang oleh manusia demi eksistensi sebagai aktivitas inti kemudian membuat marxisme dikenal juga dengan materialisme.
3) Nasionalisme
Nasionalisme merupakan gagasan John Keyness yang dapat mempersatukan gagasan Adam Smith dan Karl Marx (Gilpin, 2001). Keyness mencoba untuk menjembatani anggapan mengenai peran pemerintah menurut Smith dan Marx, bahwa meskipun pasar dapat mengendalikan dirinya sendiri sesuai teori invisible hand, namun pemerintah tetap memiliki andil dalam pembuatan kebijakan dan pengawasan sehingga keduanya saling berkaitan. Pada awalnya, nasionalisme merupakan pendekatan turunan dari merkantilisme dan ideologi realisme sehingga jembatan yang kemudian dibangun oleh nasionalis adalah bahwa kekuatan negara merupakan kekuatan utama dan ekonomi merupakan pendorong dari kekuatan negara. Nasionalisme sendiri menekankan pada industrialisasi, faktor ekonomi, dan perjuangan tiap negara dalam memperoleh sumber daya ekonomi sebagai bagian utama dari sistem internasional sehingga unit analisis utamanya adalah negara. Oleh karenanya menurut pendekatan nasionalisme, efek spillover terhadap ekonomi disebabkan oleh berkembangnya industri, dan bahkan idustri memiliki peran penting dalam mempengaruhi kekuatan sentral militer dan keamanan nasional negara. Fokus nasionalisme pada industrialisasi ini merupakan salah satu penyebab dasar hubungan ekonominya bersifat zero-sum game, dikarenakan para ekonom menganggap bahwa industrialisasi merupakan faktor utama terjadinya krisis di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar